MUNGKINKAH PENDETA BERMAIN DALAM PANGGUNG POLITIK ?

 

Inklusif adalah lawan dari eksklusif. Inklusif itu membaur menyatu adalah lingkungan warga sekitarnya. Sikap inklusif berkaitan erat dengan pluralisme, yang semuanya berorientasi kepada kemanusiaan ( humaniras ) dan universalitas . Pada dasarnya inklusif ini perlu mengsosialisasi terhadap apa yang terjadi sekarang ini, dimana kehidupan manusia tidak terlepas dari hal berhubungan dengan suatu taktik untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini terlihat secara langsung dan terang- terangan, yang penting apa misi yang di angkat dalam mencapai tujuan, pendeta dalam hal ini membawah misi pelayanan dan juga mengikuti arus globalisasi politik, dan informasi teknologi yang sedang berkembang di negeri ini, dan tidak meninggalkan misi yang di embanya.

Keberadaan seorang pendeta tidak terlepas dari tugas pelayanan di tenga-tengah masyrakat, karena itu pendeta seharusnya memiliki wawasan sikap politik masyarakat, jika di pertanyakan mungkinkah seorang pendeta bermain dalam kancah politik? tergantung pada individu masing-masing.

Memang politik bertentang dengan Gereja atau sebenarnya berkaitan erat, karena itu harus mengatakan  perbedaaan -perbedaan yang prinsipil, sikap politik Gereja bukan upaya memperoleh kekuasaan tapi   untuk pengatur kehidupan bersama, membangun Gereja yang kekal. Sikap merugikan dan menutup peluang atau pintu bagi Gereja untuk menyebarkan nilai-nilai kristiani dalam hidup sehari-hari . Gereja jangan menutup mata dan diri dari kehidupan politik, tetapi harus memberikan konstribusi untuk mengatur hidup bersama. Asalkan saja Gereja jangan menjadi alat politik untuk suatu kekuasaan tertentu dan berpihak pada satu porpol tertentu.

Gereja harus memberi pandangan yang baik, mengkritik kebijaksanaan, sikap hidup berpolitik   benar dan salah. Pendeta mengambil sikap politik itu sah-sah saja tetapi kalau sudah bermain dalam kancah politik praktis yang telah terkooptasi dalam fenomena politik bangsa ini, maka bertentangan dengan jiwa spritualitas dan akan menjadi konflik inters dalam dirinya.

Politik praktis merubah menjadi seni membohongi publik, seni mengganjal sesama, dan lebih ironis lagi membohongi diri sendiri, kepentingan pribadi, sebuah kutipan dari mantan menteri dalam negeri almarhum, Rudini pernah mengatakan kalau kita bermain dalam politik praktis : sebelum anda menipu  saya, saya akan menipu anda lebih dulu, Ini kenyataan dalam kanca politik praktis.Semua ini kita butuh refleksi atas kesemrawutan para elit gereja dipanggung politik praktis ini. Sikap politik beda dengan politik praktis, karena sikap politik berhubungan dengan pendeta tidak ada masalah, sebab salah satu bagian dimana pendeta harus  berperan. Justru kalau kita mencermati sikap kehidupan berpolitik di masyarakat, maka di sanalah  pendeta sebaiknya menyatakan perannya. Perannya secara fungsional berarti tidak kelihatan secara

 struktural tetapi mampu memerangi dan menyarami dunia sekitarnya. Garam tidak pernah kelihatan dalam fungsinya, tetapi ia dapat merasakan dan dinikmati oleh orang yang mengkomsusi makanan.

Kita harus di ingatkan bahwa pendeta hadir secara person dalam dunia politik, tidak dapat di pisahkan dengan Gereja dan umatnya atau warganya. Pendeta selalu menjadi representasi dari keberadaan umat kristen pada umunya, sehingga setiap keputusan-keputusan sikap politik yang diambil selalu mencerminkan mengedepankan umat kristen. Pro dan kontrak yang terjadi pada komunitas kristiani , pada umunya menjadi nilai dalam aspek perbedaaan ya dan tidaknya pendeta bermain politik secara universal dihadapan jemaatnya, ini adalah suatu tantangan untuk menjadikan alat, inspirasi dari masyarakat, sebab bila kita tidak terlibat langsung dalam proses-proses pengambilan keputusan  maka kita tinggal menunggu waktu bahwa eksitensi kita sebagai orang Kristen akan terancam dan memang benar-benar terjadi dalam kasus-kasus di daerah Jawa Barat dimana Gereja-gereja banyak ditutup oleh oknum-oknum yang tidak memahami dan pemahaman kerukunan beragama.

Dalam alkitab nabi Amos sangat keras menyuarakan dan mengkritik pemerintah pada waktu itu yang melakukan tindakan penyelewengan dimana-mana. Kemudian nabi Daud yang terjun langsung dalam politik sebab ia menjadi raja. Kita sebaiknya mengambil sikap politik untuk meyelamatkan keberadaan Gereja-gereja yang bermasalah, kekuatan dalam keberanian spekkulatif adalah kebutuhan dan memang sangat dibutukan. Untuk itu, dalam kata “kasih demokrasi, reformasi, keadilan dan kristen”sikap politik pendeta perlu keberanian spekulatif demi kebenaran, keadilan dan reformasi. Isu-isu politik yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan koridor umat kristen, harus berpikir bahwa mungkin ada keputusan politik yang tidak sesuai dengan koridor kekristenan. Jika di percayakan melakukan suatu tugas, harus melakukan dengan sebaiknya mungkin, dan selalu orientasi adalah bonum cammunae, kepentingan umum ( umat kristen ) tercapai, kepentingan kita pun tercapai juga.

Pandangan kristen tentang sikap politik perluh dikembangkan, sehingga kita merasakan itu sebagai suatu yang mutlak kita lakukan dalam hidup kita. Sikap politik dalam berbagai hal yang hidup tengah masyarakat menjadi berarti, mengaplikasi nilai-nilai yang kita miliki. Implimentasikan nilai-nilai politik  ditengah-tengah masyarakat majemuk ini. Kepentingan dan sikap politik pendeta  setidak mempunyai ikatan erat dengan kepentingan umat pada umumnya, disini dituntut kekuatan moral dari yang bersangkutan. Dengan sikap politik seorang pendeta, maka kita tahu bahwa pandeta  dapat memberitakan firman, kesaksian, membawa aspirasi-aspirasi umatnya,  dan hal-hal yang terjadi disekitar, dilihat dan asosialisasikan pada jemaat sehingga dapat menentukan  tindakan yang baik. Sikap politik sendiri perluh karena bila tidak itu berarti tidak membagi kesaksian untuk orang lain,  sebenarnya mencerminkan kasih, keadilan, kebenarian spekulatif demi kebenaran, tentang keterlibatan pendeta dalam dunia politik merupakan suatu keharusan, untuk menjaga keseimbangan, perkembangan  politik yang terjadi akhir akhir ini.

Dinamika dalam masyarakat akan menjadi lebih menarik jika pendeta mengambil sikap berpolitik, jadikan sebagai suatu ispirasi dan perkembangan umatnya. Perjuangan kita masih panjang untuk mencapai sasaran, membangun moral dan martabat  umat yang sedang terpuruk dengan kondisi politik agama, sosial, ekonomi. Dalam era globalisasi situasi sosial, ekonomi, agama menjadi sorotan publik,  maka kita membutuhkan figur-figur peran pendeta  dengan sikap politiknya?            

 


         

 

              

 

 

                              


0 Comments