APAKAH VALENTINE DAY ITU HARAM ?

 

                             


APAKAH VALENTINE DAY ITU HARAM ?

  Hanya hitung hari saja  hari kasih saya 14 Februari 20025.

 Ini merupakan momen bagi kaum muda serta keluarga

 Masih ingatkah beberapa tahun yang lalu tahun 2008 , Desakan dari kalangan DPR agar Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) mengeluarkan fatwa terkait perayaan “ Hari Kasih Sayang” ( Valentine Day ), MUI mengingatkan kepada umatnya, bahwa perayaan tersebut hukumnya haram', dan tidak bermanfaat ( koran surya tanggal 14 Februari 2008

         Saya mencoba melihat kembali dasar dari makna “Hari kasih Sayang “ yang sebenarnya. Saya pernah bertemu dan berbincng-bincang beberapa anak muda masa kini, tentang perayaan tersebut, hasilnya; mereka pernah merayakan, dari jawaban yang saya terima, semakin jelas bahwa mereka senang dengan perayaan itu, dan dianggap suatu bermanfaat dan positif meskipun tidak tahu asal usulnya. Implikasi dari makna ini, saya coba memberikan wacana, cakrawala, pemahaman yang positif dengan nilai-nilai budaya ketimuran bangsa kita.  Perspektif saya makna “Hari Kasih Sayang”  kali ini. Dan juga beberapa referensi buku, sumber yang bisa memberikan nuansa perayaan tersebut.

Asal-Usul “Hari Kasih Sayang” ( Valentine Day )

          Saya terdorong untuk mengali lebih jauh makna perayaan “Hari Kasih Sayang” bagi kita semua. Tidak ada satu pun sumber yang pasti mengenai perayaan tersebut, kejadian yang nyata, realita, dan legenda. Ada beberapa versi yang berbeda ; Dalam Britanica World Language, surat simbol afeksi yang dikirim pada lawan jenis acap kali tanpa nama diberikan pada tanggal 14 Februari.

Pesta Santo Valentinus atau juga sebagai peringatan, pemenggalan kepala martir oleh orang Roma pada waktu itu. Versi yang lain ( Ensiklopedi Gereja Katholik) menurut A.Houken, SJ, hari Valentine 14 Februari adalah “ Hari Saling Mencintai” atau “Hari Kasih Sayang” misalkan dengan tukar- menukar hadiah dan kartu salam.

“Encyclopaedi Brilannica Textile Vascular 22” ; prateknya Valentine's Day ada kombinasi antara  cerita tentang kedua martir yang namanya Valentine dan dongeng. Pada tanggal 14 Februari merupakan hari peringatan akan kematian Santo Valentinus sebagai martir, dan yang lain  lagi adalah masa “Perkawinan burung-burung”, dan hari pemilihan pasangan. Pada pertengahan bulan Ferbuari yang bertepatan hari peringatan akan kematian Santo Valentinus sebagai martir, ada lagi perayaan Lupercalia yaitu “ Pesta pemilihan pasangan” untuk menghormati dewa Lupercus. Jika  penjelasan tersebut benar, maka disimpulkan bahwa sesungguhnya tidak ada kaitan langsung antara hari Valentine dengan Hari Kasih Sayang. Kebetulan saja perayaan Valentine Day dengan Hari  Kasih Sayang yang jatuh pada tanggal yang sama, di rayakan pada tanggal yang sama, maka  hari Valentine dan perayaan Hari Kasih Sayang di anggap sama pula, sekalipun berbeda asal-usuLnya.

Kedua penjelasan tersebut kurang memuaskan, maka pada point ini, sebelum Santo Valentinus dibunuh oleh Kaisar Klaudius, menulis sepucuk surat “ Surat Cinta” kepada umatnya yang ditinggalkan, isi surat tersebut memberikan suatu petuah untuk umatnya agar mereka saling  “Mengasihi dan menyayangi” satu sama lain walau pun mereka mengalami banyak penderitaan pada waktu itu

Dengan demikian, dapat dipahami apabila “ Hari Valentine” kemudian disebut juga “Hari  Kasih Sayang.” Kebenaran point ketiga ini sangat sukar untuk diselidiki lebih mendalam lagi, Informasi   mengenai Santo Valentinus sedikit sekali, dan belum akurat.

12 Ferbruari tercatat 2 orang martir yang bernama imam Valentinus dan seorang lagi uskup. Apakah kedua martir ini memang berbeda atau sesungguhnya sama saja, tidak ada yang dapat memastikan, kisah mengenai Santo Valentine yang hidup  diabad III masehi yang lebih banyak bersifat mitologis dari pada bersifat history.

Yang jelas “Valentine Day” cukup dikenal luas diperbagai negara termasuk Indonesia.

 Walaupun hubungan antara Santo Valetinus dan “Hari Kasih Sayang“ masih kabur. Versi yang lain dari Roma, imam Valentinus mengirim ikatan bunga dari kebunnya kepada pasangan penggatin,yang jatuh pada ' Valentine Day” 14 Februari adalah “Hari Para Kekasih.” Dalam perkembangan modern sangat positif saling mengirim bunga, kartu salam, mungkin dikaitkan dengan perayaan orang Romawi yang bernama “Lupercolia yang jatuh pada pertengahan bulan Februari, juga pada musim semi. Gambaran yang kita dapat dari globalisasi budaya, sangat berpengaruh pada anak muda.

Perayaan “Valentine Day” diharapkan kembali pada jati diri keluarga, yaitu stabilitas hidup dalam  keluarga, sebagai wadah cinta kasih dan wadah formasi, dimana nilai-nilai tradisi dijujung tinggi dan di tumbuh kembang, hanya dengan jalan itu anak muda dapat terlindung dari budaya  materialisme, hedonisme, dan budaya instan. Perayaan “Valentine Day” sudah bergeser menjadi  budaya ketimuran, ada baiknya dari perayaan “Valentine Day” kita mengambil makna yang positif  dan tidak terpengaruh dengan nilai negatif yang di transfer  dari budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya kita.  

 

Realita  Masyarakat

Perayaan “Hari Kasih Sayang” juga sudah menjadi perayaan instan, lebih para lagi perayaan ini mendapat sorotan publik yang indentik dengan pergaulan bebas, yang dipromosikan oleh orang untuk kepentingan pribadi.

Pro dan Kontrak dikalangan masyarakat dibeberapa kota, suatu hal yang wajar bahwa demokrasi kita sedang berjalan kearah yang lebih baik lagi. Implementasi Valentine Day pada anak muda masa kini salah kaprah. Perayaan Valentine menjurus ke hal-hal yang bertolak belakang dengan norma-norma agama, seperti pergaulan bebas, pesta mabuk-mabuk , narkoba, implementasi seperti ini,  bisa merusak anak-anak muda, untuk menjaga martabat bangsa dan negara, jadi tidak heran desakan anggota DPR agar Majelis Ulama Indonesia (MUI ) mengeluarkan fatwa terkait dengan perayaan tersebut, kerena begitu semaraknya perayaan Valentine dengan cara-cara yang konrakditif ( bertentangan ) dengan budaya kita.. Nilai “Hari Kasih Sayang” tidak ternilai lagi, menjadi momok menakutkan, kehancuran generasi muda kita karena Implementasi negatif berpengaruh juga dalam kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan pro dan kontrak. Ditengah krisis kemanusiaan akibat merebaknya globalisasi budaya sehingga dipolitisirkan menjadi suatu bahan perguncingan kalangan masyarakat. Ketua PBNU Ahmat Bagja menilai bahwa fatwa MUI terkait Valentine Day bahwa perilaku orang bergantung pada seberapa jauh pemahaman tentang nilai-nilai yang kita yakini. Tidak bisa dengan hal yang fomalitis, kalau nanti fatwa itu boleh atau tidak boleh tetap saja kembali pada perilaku masing-masing.

Pemahaman “Hari Valentine” kalau ditercemahan secara individu berbeda-beda dari aspek budaya, maupun sosial,  aspek budaya kita, telah bergeser nilai-nilai yang kita tanam selama ini, menjadi budaya semau gue artinya ; budaya hura-hura ini yang perlu kita waspadai, begitu pula globalisasi budaya ini bergerak tidak terkendalihkan bagi kondisi seperti ini, cepat  merambat, di kalangan masyarakat, dengan sendiri dapat merubah cara hidup kita sehari-hari, terutama anak-anak muda yang peran sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan sosial kita sangat tidak memungkinkan menghadapi globalisasi budaya, yang tidak terkedalikan, maka  nilai agama setidaknya harus di transformasikan dan di tanamkan secara individu, dalam keluarga atau , kehidupan di tengah  masyarakat, yang pluralisme.

                        

 Makna “Valentine Day” Dalam Keluarga

Valentine Day sudah membudaya dibanyak tempat, sudah menjadi “Hari Suka Cita”, Hari Kasih Sayang” bagi anak muda, mau pun dalam keluarga, dalam arti yang baik, pesan kasih sayang yang memberikan ciri pada perayaan ini. Apabila dikaitkan dengan keluarga nampaknya mengandung pesan hakiki dalam keluarga. Di rayakan atau tidak di rayakan, tetapi yang jelas adalah keluaraga merupakan wadah/komunitas kasih sayang.

Dalam komunitas kasih sayang dapat bertumbuh secara individu. Anak muda sekarang ini menghadapi banyak tantangan, dan juga mengalami goncangan dan keraguan, tantangan masa depan, mereka mengahdapi budaya globalisasi yang mengeser nilai-nilai dalam keluarga mereka sendiri.Perayaan “Valentine Day” mempunyai nilai positif tapi perayaan tersebut disalah digunakan diluar kewajaran seperti pergaulan bebas, dan penyalahgunaan norkoba. Ketimpangan-ketimpangan, kemerosotan nilai dalam masyarakat menimpah anak muda dan turut memperkeruh  situasi tersebut. Valentine Day bisa diharapkan kembali jati diri dalam keluarga sebagai wadah cinta  kasih yang dijujung tinggi. Ketika saya menayakan kepada seorang anak muda, apa yang kamu terima dari orang tuamu pada Valentine Day? Jawabannya ; “Kasih Sayang” yang tidak terhingga besar, kasih sayang orang tua yang ditanamkan dalam hidup sehari-hari.

Cinta kasih ( Kasih Sayang ) merupakan asas dan kekuatan dari persekutuan keluarga, keluarga yang berasaskan cinta kasih dan diberikan oleh Tuhan karena cinta kasih, dan karena itu  sudah menjadi paguyuban kasih sayang, oleh karena itu setiap keluarga berkewajiban untuk menghayati dengan realitas, tanpa kasih sayang, keluarga akan berantakan. Kasih sayang menjadi momentum bagi kita semua untuk merefleksikan diri sebagai dasar yang paling fundamental dalam menciptakan relasi yang baik, antara kita dan sesama. 1 Yoh 4: 18 ( Di dalam kasih tidak ada  ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman  dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih ).

                                      

                                       

Pada saat ini kita sinyalir masih banyak anak-anak muda belum mengenal makna dari Valentine Day secara positif, akan tetapi tendensi dari Valentine Day ke hal-hal yang merugikan kita sendiri dan jauh dari budaya kita. Jadilah penerus masa depan bangsa dan negara yang berkualitas, oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat beragama untuk mengarahkan momen-momen seperti ini menjadi momen yang positif, menciptakan budaya alternatif sehingga, dapat memberikan terbaik pada anak-anak muda.

Dalam keluarga mau pun individu hendaknya ditanamkan keteladanan oleh orang tua yang mencerminkan kehidupan beragama secara utuh. Yang lebih penting lagi adalah melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek-aspek agama didalam keluarga yang akan meletakan dasar pembentukan karakter, kepribadian secara leluhur sesuai dengan budaya kita, kita bisa mengadopsi budaya dari luar, tetapi mengambil yang positif-positif saja, jangan di politisir hari yang baik ini menjadi roda politik kepentingan kepentingan, yang dapat merugikan kita sendiri, sebagai tolak ukur umat beragama yang utuh adalah dapat mewujudkan hidup beragama dirumah ditempat ibadah dan hidup beragama dimasyarakat tempat kita berada.

Dan lebih dapat dipetik bagi kita semua ini kita mengambil hikmat jika segalanya dilakukan dengan keterpaksaan dan emosi maka jadilah ketidak harmonis dalam kemasyarakat, pro dan kontrak yang terjadi di tengah masyarakat, “Valentine Day” menjadi dinamika kehidupan, bermasyarakat, dan apa yang dikatakan oleh ketua PBNU Ahmat Bagja merupakan masukan dan wacana bahwa kita,  bahwa pemahaman tentang “Valentine Day', sudah menjadi borometer dalam budaya kita. Pengaruh arus globalisasi “Valetine Day” yang dengan gencar mempromosikan “Valetine Day” alias “Hari Kasih Sayang” pada setiap 14 February. Perayaan global ini bisa dikatakan sah-sah saaj asal kan dirayakan dengan baik dan benar dan bagaimana dengan umat kristiani “Hari Kasi Sayang kiat harus berpedoman pada Firman Tuhan yang menjadi pelita bagi kita dan terang bagi jalan.

( Tuhan Memberkati )               

 

Arnold.M.

 

 

 

 

0 Comments